Saya adalah teman yang baik kok. Kesedihan saya bukan karena dia berbahagia. Saya sangat senang dengan keberhasilannya. Tapi saya iri padanya. Duuhh..
Dari saat pertama kami berkenalan, saya telah merasa, dia akan jadi sahabat saya. Dan benar saja. Sampai saat ini kami masih berteman baik, walau dia jauh disana (eh saya dink yang pindah kota)
Tapi saya iri padanya. Hati saya selalu berkata, dia lebih beruntung dari saya. SELALU. Mendapatkan posisi yang enak di kantor, populer, pintar, cantik, masih punya tenaga ekstra untuk kuliah lagi setelah jam kantor (disaat saya merasa sangat kelelahan sehabis bekerja), kemudian terpilih jadi karyawan terbaik, kemudian punya suami yang bekerja di perusahaan favorit, lalu ternyata lebih dulu punya calon anak ke 2 daripada saya. Dan sekarang dia sudah hampir mendapatkan pekerjaan di perusahaan favorit, perusahaan dimana saya pernah bermimpi untuk bekerja disana.
Begitu sempurna terasa hal itu untuk saya.
Saat ini saya seperti apa? HANYA seorang ibu rumah tangga, yang menghabiskan seluruh waktunya untuk mengurus suami dan anak, sambil menghabiskan waktu dengan berjualan online kecil-kecilan. Yang sibuk menyemangati suami agar kuliah lagi (supaya bisa lebih leluasa pindah ke perusahaan favorit). Yang sangat ingin mendapatkan seorang anak perempuan. Yang hingga saat ini (mungkin sampai nanti) belum berhasil memenuhi keinginan orang tua untuk terus bekerja dan berkarir di kantoran layaknya orangtua dan saudara2 saya.
Ya.. Itulah saya saat ini. Mungkin bagi sebagian orang tidaklah menyedihkan. Bahkan sebagian menganggap saya beruntung. Tinggal menunggu ditransfer dari suami, tanpa harus susah payah bekerja, bermacet ria dijalanan, stress dan pernak perniknya.
Tetap saja, saya bersedih hari ini.
Tapi.. Saat air mata saya jatuh ke dada suami. Pelukannya menyadarkan saya. Bahwa hari ini saya kurang bersyukur. Saya punya suami yang memiliki pekerjaan yang baik, sehat wal afiat, punya rumah sendiri (walaupun cicilan KPR nya kadang membuat saya harus mengencangkan ikat pinggang lebih ketat), punya seorang anak laki2 yang sehat dan lucu.
Mungkin bila saya bekerja di perusahaan lain yang lebih baik dan favorit, saya tidak akan bertemu suami saya sekarang. Mungkin bila saya lebih memilih bekerja, saya belum tentu memiliki anak yang lucu saat ini. Mungkin bila saya memilih tetap bekerja,saya tidak akan memiliki kehidupan seperti sekarang. Mungkin bila saya terus bekerja, saya tidak bisa mengasuh dan membesarkan anak saya sendiri.
Ya.. Pilihan saya tentu ada konsekwensinya. Dan kehidupan saat ini adalah konsekwensi dari pilihan saya.
Menatap wajah suami dan anak saya yang terlelap disebelah saya saat ini, saya sadar..
Inilah rejeki ٱللَّهُ untuk saya. Mungkin nanti akan ada rejeki yang lebih besar untuk saya. Bukan berupa jabatan di kantor favorit, seperti yg pernah saya impikan. Tapi mungkin berupa seorang anak lagi untuk saya, atau peluang wirausaha yang lebih baik.
Ya.. Saya hanya kurang bersyukur.
Ya ٱللَّهُ.. Mudahkan rejeki saya. Bila jauh semoga didekatkan, bila sedikit semoga diperbanyak, bila diperoleh semoga diberkahi.
Semoga tahun depan saya bisa menjadi umat yang lebih baik di mata sang pencipta.
Amiinn
amin.....klw demi kpr mengetatkan ikat pinggang...
ReplyDeleteyang ditabung pahala aja mba..hehehe..
*salam kenal ya dr emakemak beranak satu yg pengennya jadi bu guru deket rumah*
tfs sis..
ReplyDeleteiya, kadang rumput tetangga memang terlihat lebih hijau. ada kalanya kita bgt terlena memandangi "rumput yg lbh hijau" itu sampai lupa merawat rumput sendiri. pelajaran bgt buatku yg suka mengeluh ini itu. xixixi :)
Kita sama bgt sis.. Dan aku jg punya sahabat2 dekat dan malah juga saudara2 sepupu perempuan karier yg sukses, which is itu sering bikin aku minder berat. Tapi spt kata sis diatas, kita sbenarnya jg beruntung tp dgn jalan/skenario yg berbeda.. :) salam kenal ya say ;)
ReplyDeletewaaah...pagi2 ada yg senasib :D kadang2 merasa dan berfikir kayak Mbak (dan selalu diakhiri dgn "pendinginan" bahwa apa yg kita miliki saat ini adalah yg terbaik utk kita).. tapi tiap kali denger ada temen yg diterima kerja atau dapat beasiswa kuliah di tempat yg hebat kok ya masih merasa "teriris" ya hahaha.... *up and down seorang IRT, semoga pilihan ini membawa berkah kelak... anak2 yg baik, sehat, berhasil, dan beriman* amiiin
ReplyDeleteHehe perasaan seperti itu kayaknya pasti pernah hinggap di diri tiap orang deh...diatas langit kan selalu ada langit dan sifat dasar manusia bhw dia tdk pernah puas..
ReplyDeleteTapi Alhamdulillah mbak akhirnya inget bahwa kondisi down ini hanya sementara :)
Tetap semangat yaa
Hihii.. iya mba, br bisa nabung pahala.. hiks T.T.. kadang malah jd dosa klo kebanyakan ngeluh ya mba.
ReplyDelete*salam kenal juga dari ibu satu anak yg manis... halah..*
Hihii.. iya mba, br bisa nabung pahala.. hiks T.T.. kadang malah jd dosa klo kebanyakan ngeluh ya mba.
ReplyDelete*salam kenal juga dari ibu satu anak yg manis... halah..*
Kadang malah rumput tetangga pink mba (coz i love pink too) makanya aq noleh mulu ke tetangga. ^_*~
ReplyDeleteTapi skrg udah janji mo ngerawat "rumput hijau di halamanku ini" biar menjadi lebih indah biar selalu ademmm hati ini memandangnya **dangdut mode ON*
Salam kenal juga mba ;)
ReplyDeleteMudah2an mata ini melek ya, kalo kita juga wanita yang beruntung, muaacchh.. hehehe.
Haaa... iya mba.. bener bangeds.. Up n Down, Up n Down.. *_*
ReplyDeleteKadang juga tetanggaku juga suka bikin down, abis ngomongnya, " sarjana kok dirumah ajah toh mba".
Amiinnnn... semoga..semoga..semoga..
Siipp... skrg udah mulai baikan kok mba.. gak mewekan lagi. Kmarin2, baca balik tulisan ini, mewek lagi. Diliatin suami, mewek juga. Hihihihi...
ReplyDeleteMakanya br bales comment2 semua mua hr ini, hahahaaa....